Quran

-89- Menjadi Hafidz-Hafidzoh Al-Quran [2]

Tuesday, November 27, 2012



Bismillahirrohmanirrohim. Melanjutkan pembahasan pada tulisan yang lalu, Menjadi Hafidz-Hafidzoh Al-Quran.

Beberapa penulis dalam buku yang mengupas tuntas tentang menghafal Al-Quran biasa mengawalinya dengan pembagian kelompok manusia berdasarkan interaksinya dengan Al-Quran. Disini, saya juga hendak memulai membahas itu untuk memfokuskan pembahasan kita selanjutnya. Menurut saya, manusia  berdasarkan interaksinya terhadap Al-Quran terbagi menjadi empat golongan, 
  1. Manusia yang jauh dari Al-Quran, tidak mau tahu dan tidak peduli tentang Al-Quran. Di dalamnya termasuk mereka yang tidak memercayai Tuhan, ataupun mereka percaya akan adanya Tuhan namun tidak percaya pada Allah sebagai satu-satunya Tuhan. 
  2. Manusia yang mengetahui kebenaran Al-Quran namun enggan untuk berusaha mendekat dan hidup di bawah naungan Al-Quran. 
  3. Manusia yang mengetahui kebenaran Al-Quran, berusaha mendekatkan diri padanya, berusaha untuk mengalami proses tahapan-tahapan menuju pemahaman terhadapnya. Berusaha untuk melafalkannya, menghafalkannya, memahaminya, kemudian mengamalkannya. Mereka adalah golongan yang mendapatkan rahmat, dan berada pada golongan manusia yang mulia.
  4. Manusia yang mengetahui kebenaran Al-Quran, berusaha mendekatkan diri padanya, berusaha untuk mengalami proses tahapan-tahapan menuju pemahaman terhadapnya. Berusaha untuk melafalkannya, menghafalkannya, memahaminya, kemudian mengamalkannya. Namun, seringkali ragu untuk bersegera memulainya. Mereka terkadang bersemangat setelah diberi nasihat, mendengarkan tausiyah, membaca buku tentang keutamaan Al-Quran. Setelah itu, semangat mulai mengendur, atas nama kesibukan, atas nama keterbatasan waktu, atas nama kealpaan. Kemudian sesudah itu, mereka akan berkoar kembali, "besok saya akan mulai menghafal", kata 'besok' yang penuh dengan ketidakjelasan. Hingga pada akhirnya, besok, besok, dan besoknya lagi, waktu berlalu begitu cepat, tanpa ada penambahan satu ayatpun.
Jumlah manusia pada masing-masing kelompok terutama untuk kelompok 1, 2 dan 4 hampir sama banyaknya. Dalam pembahasan ini, kita insyaalloh akan memfokuskan pada kelompok manusia yang terakhir (keempat) saja.

Saat saya beranjak remaja -saya lupa tepatnya, antara SMP atau SMA- suatu malam, entah karena terlalu banyak membaca sajak, saya tiba-tiba saja berucap, 

"Bapak, kalau sudah besar aku mau jadi penyair"

Bisa dibayangkan bagaimana reaksi Bapak saya mendengar pernyataan polos dan lugu anaknya?

Sambil mendelik, wajah tak karuan bentuk, dengan sedikit meninggi, Bapak pun menjawab, 

"Penyair? mau jadi apa kamu, cita-cita kok penyair? masa depanmu bagaimana?"

Intinya cita-cita penyair itu jauh dari harapan, madesu (masa depan suram), aneh dan mengada-ada. Begitupun, saat kita telah menetapkan cita-cita mulia, yakni menjadi penghafal Al-Quran. Sebuah cita-cita besar yang membutuhkan pengorbanan yang tidak kecil. Barangkali, kita akan sendirian, tak berkawan. Barangkali, juga akan banyak yang menyangsikan. Atau, barangkali akan banyak sekali rintangan. Untuk itu, setelah kita menjadi percaya dan yakin terhadap Al-Quran (yang telah kita kupas di pembahasan yang lalu), kita perlu menetapkan niat dan menguatkan azzam. Sehingga, jika disimpulkan akan menjadi sebagai berikut:
  1. Yakin dan percaya kepada Al-Quran
  2. Tetapkan niat dan kuatkan tekad

Tetapkan Niat & Kuatkan Tekad

Sesungguhnya, niat memerlukan keikhlasan. Ikhlas sendiri berdasarkan pendapat beberapa ulama' yang dapat saya simpulkan adalah melakukan segala perbuatan yang tidak ada alasan lain kecuali mengharap pada Allah, bebas dari ketergantungan terhadap makhluk. Dan tentu saja, niat ikhlas sesempurna ini tidaklah mudah. Karena itu, disini saya tidak menambahkan 'ikhlas' pada niat. Bukan untuk mengurangi nilai niat itu sendiri, hanya agar kita mengusahakan paling tidak punya niat dulu. Punya motivasi awal dulu, setelah itu, beranjak beriring waktu, insyaalloh ikhlas akan tergapai. 

Sedangkan azzam atau tekad yang kuat, adalah kekuatan yang juga sangat menentukan keberhasilan usaha. 
Man Jadda Wa Jada, siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan mendapatkan
Saat menonton film Man Jadda Wa Jada, adegan yang paling saya suka -saya kurang ingat kalimat demi kalimat secara persis, tapi kira-kira seperti ini- adalah saat Ustad masuk ke ruangan kelas dan mencoba mematahkan sebatang kayu dengan goloknya, setelah bersusah-payah, akhirnya kayu patah juga, lalu sang Ustad berkata: "bukan seberapa baik alatnya, tetapi kegigihan kita, itu yang akan menentukan keberhasilan, Man Jadda Wajada", kemudian disusul riuh para murid yang meneriakkan Man Jadda Wajada... Man Jadda Wajada... Man Jadda Wajada. Rasanya sungguh menggetarkan hati

Itulah rumus kehidupan. Apapun yang ingin kita dapatkan, kuncinya adalah 'bersungguh-sungguh'. Dengan kesungguhan, tak akan ada rintang yang dapat menghalang, tak akan peduli kita oleh derasnya hujan dan halilintar, tak akan takut kita pada auman macan, dan tak akan menyerah kita pada berbagai keadaan.

Bagaimana Metode yang Baik Untuk Memulai Menghafal?

Ini adalah hutang pertanyaan yang belum saya jawab (hutang saya cukup banyak juga ya...). Pertanyaan ini seringkali ditujukan pada saya, dan setiap kali saya menjawabnya, saya tidak banyak melihat perubahan pada sang penanya tersebut, maksud saya, entah karena metodenya atau entah karena penyampaian saya, kelihatannya sang penanya tetap pada kondisi mentok, tidak juga memulai menghafal, dan tidak juga memulai satupun metode.

Ingatkah anda, saat pertama kali belajar naik sepeda? apa yang pertama kali anda lakukan? apakah anda membeli banyak buku tentang tatacara bersepeda, menghubungi Mbah Google untuk mencari tahu cara terbaik naik sepeda, bertanya pada ayah, ibu, kakak, adik dan saudara, tentang bagaimana cara yang baik untuk memulai, apakah memegang stangnya dulu ataukah mengayuh pedalnya dulu? atau anda langsung bersegera mengambil sepeda, mulai menaikinya dengan bantuan roda tiga, sampai akhirnya belajar menaiki sepeda yang lebih besar?. Apakah satu kali belajar cukup? tidak, anda bahkan mengulanginya berulangkali, terjatuh, terluka, lecet, tapi anda tetap bergembira, bersemangat untuk mencoba lagi, gagal, mencoba lagi, gagal, dan kemudian berhasil.

Ingatkah anda, saat pertama kali belajar mengendarai sepeda motor? apa yang pertama kali anda lakukan? apakah anda mencari referensi dan bertanya pada banyak orang tentang teori berkendara? mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi, lalu mencoba mengenali bagian-bagian motor, baru kemudian belajar mengendarai? atau anda langsung mencoba menaikinya, dengan bantuan kawan, belajar mengenali bagian-bagian motor secara langsung, dan akhirnya berhasil

Ingatkah anda, saat pertama kali anda belajar mandi? tahu teorinya terlebih dahulu atau langsung saja melakukan?

Ingatkah, saat pertama kali belajar menulis? apakah anda bertanya terlebih dahulu bagaimana metode menulis a yang cantik, mencari tahu bagaimana cara cepat menulis huruf tegak bersambung, atau sibuk mencari metode agar tulisan anda terlihat rapi dan bagus, setelah itu baru mulai menulis? 
Tidak, anda bahkan tidak memerlukan banyak metode, anda langsung saja mencoba menulis huruf demi huruf tanpa peduli bagaimana metode menulis yang benar. Anda tidak memerdulikan tulisan anda yang acakadul dan tidak rapi, sebab tujuannya bukan itu, tujuan yang sesungguhnya adalah anda bisa menulis, itu saja. 

Jika di setiap keadaan kita bersegera memulainya, lalu mengapa untuk Al-Quran kita banyak disibukkan dengan perencanaan ini-itu, sibuk dengan penetapan metode mana yang baik, sibuk dengan bagaimana menentukan waktu yang baik, sibuk menunggu waktu yang tepat, sibuk dengan banyak hal. 

Tahukah anda?

Jika anda kini sedang memimpikan cita-cita mulia, berangan-angan menjadi Hafidz-Hafidzoh Al-Quran, seabrek metode yang anda temukan di buku-buku, segudang metode yang anda dengar dari ceramah Ustad-Ustadzah, dan puluhan metode yang anda dengar dari sharing para Huffazh,
Semuanya tidak ada gunanya
Tidak bermanfaat sedikitpun,
Ya, tidak bermanfaat sedikitpun,
Sampai anda bersegera memulainya. 

Bukan karena metodenya, bukan karena metodenya kesuksesan itu berasal, 
Namun dari diri anda sendiri, 

Maka, mulai saja. 

Segera coba dan lakukan, 

Man Jadda Wajada 


 Diantara mukjizat Al-Quran adalah ia mudah bagi semua, tak  membutuhkan keadaan mental tertentu untuk menjalin interaksi dengannya, juga tak perlu suasana, tempat dan waktu istimewa.
(Al-Hilali, Majdi. 2011. Agar Al-Quran Menjadi Teman. Jakarta: Penerbit Zaman)

Wallohu a'lam bish showab


You Might Also Like

Terimakasih telah membaca dan meninggalkan jejak komentar sebagai wujud apresiasi. ^_^ Semoga postingan ini dapat memberi manfaat dan mohon maaf komentar berupa spam atau link hidup akan dihapus. Terima kasih.



0 komentar